Translate

Minggu, 19 Oktober 2014

Pengembangan Kecil Namun Bermanfaat Besar

Siang ini Minggu, 19 Oktober 2014, gw nonton acara TV Hot Kiss yang tayang selama satu jam di Indosiar dari pukul 14.00-15.00. Selama satu jam acara berlangsung, gw mengamati iklan-iklannya dan ternyata semua berjumlah 62 kali iklan (banyak yaa) dengan variasi 41 produk. Jenis iklan pun bervariasi. Dan setelah gw kalkulasi, ini dia faktanya. Ternyata persentasi jenis produk tertinggi ada pada produk pertanian yaitu sebesar 37%, kemudian disusul produk kecantikan 19%, obat-obatan 17%, pembersih rumah 15%, iklan layanan pemerintah dan acara dari stasiun TV itu sendiri 7%, dan terakhir produk elektronik 5%. 

Dari sejumlah iklan tersebut gw tertarik akan 1 produk hasil pertanian bangsa kita, yaitu Nissin Wafer. Nissin Wafer ini tersedia dalam berbagai varian rasa, mulai dari Milk, Chocolate, Strawberry, Coffee Mocca, Peanut, Banana, Coconut, Lemon, sampai dengan Raisin. 

Banyak banget ya. Gw suka banget wafer ini karena wafernya ga terlalu padat seperti waffer-waffer lainnya dan pastinya harganya lebih terjangkau. 


Tapi ada satu hal yang gw sayangkan. Gw rasa hal ini simpel tapi sangat bermanfaat dan bisa mengembangkan produk Nissin Wafer. Gw pengen Nissin Wafer mengembangkan sisi packagingnya. Karena isi dari 1 bungkus waffer cukup banyak, akan lebih efektif bila di kemasan plastiknya disertai klip roll dari kawat di sisi kanan dan kirinya. Jadi ketika kita mengkonsumsi dan masih ada sisa wafer yang belum habis, kita tidak perlu repot mengareti, mentaples, atau memasukkan waffer ke dalam toples untuk menjaga kerenyahan waffer. Kita cukup menggulungnya saja, kemudian kemasan akan tertutup rapat. Sebenarnya tipe packaging seperti ini sudah marak digunakan di luar negeri, tetapi masih agak jarang diterapkan di Indonesia. 

Konsepnya simpel saja, hanya menambahkan sedikit kawat di dalam kemasan. Biayanya pun tidak tinggi serta tidak perlu mengadakan reseach. 

Tantangan dalam melakukan pengembangan ini menurut gw hanya pada harga jual yang harus sedikit meningkat karena adanya biaya tambahan. Tapi gw yakin inovasi ini akan sangat bermanfaat. Apalagi waffer seperti ini sering dibawa untuk travelling atau cemilan di dalam tas, pasti orang-orang jarang membawa serta karet untuk mengareti wafer yang tersisa, dan akhirnya wafer jadi alot dan tidak enak lagi. 

Kampusku Sayangg....Ini Kritik dan Saranku

Hai hai hai hai! Selamat malam sobat Bloggers! Malam ini gw mau bercerita tentang beberapa kekurangan dari kampus gw. Sebut saja dia Kampus Tercinta (jangan menyebut merk sembarangan..wkwkwkwk). Kampus gw ini berlokasi di bilangan Jakarta Utara dan berkonsentrasi di jurusan-jurusan yang berbau ilmu bisnis. Nah gw sendiri adalah salah satu dari mahasiswinya dengan jurusan Ilmu Administrasi Bisnis dan sekarang duduk di semester 3. 

Menurut gw, performa kampus gw ini mulai menurun dalam beberapa tahun belakangan ini. Dulu, mungkin 3 tahun yang lalu, kampus gw cukup diminati dan ternama untuk ilmu bisnis S1. Namun seiring berjalannya waktu, banyak banget perkembangan di dunia pendidikan dan banyak bermunculan universitas-universitas baru yang lebih elite serta lebih menjanjikan. Jadinya kampus gw ini jadi kurang diminati. Untungnya kampus gw ini cukup lihai dalam mempromosikan kampusnya. Karena pasar Jakarta sudah kurang berminat dengan kampus gw, jadi kampus gw lebih banyak melakukan pemasaran keluar Jakarta. Alhasil banyaaaaaak banget temen-temen gw yang justru dateng dari luar Jakarta, bahkan jauh-jauh banget. Ada yang dari Jambi, Pontianak, Bandung, Palembang, Bali, Manado, dan lain-lain. Justru yang dari Jakarta jadi seperti kaum minoritas. Itu gak jadi masalah sih, mengubah target pasar memang sah-sah aja. Tapi, menurut gw, justru yang menjadi masalah adalah internal dari kampus itu sendiri, baik dari sisi pendidikannya ataupun fasilitasnya. 

Sebelum gw menjabarkan kekurangan -kekurangan dari Kampus tercinta, gw akan kasih tau dulu berapa biaya kuliah gw. Supaya kalian juga punya perbandingan dan patokan. Uang masuk gw Rp 20 juta melalui jalur prestasi (bukan jalur biasa), uang semester-an nya Rp 4jutaan, dan per sks-nya Rp 250.000. Dengan harga segitu, banyak kampus-kampus lain yang lebih bagus dengan harga yang sama. 

Sekarang mari gw jabarkan:

1. Kantin yang sok elite, sok bersih, tapi 0 besar
Tepat ketika gw masuk ke Kampus Tercinta ini, kantin direnovasi jadi versi berAC seperti foodcourt. Tapi justru semua penghuni kampus sepertinya berkomentar gak puas, bahkan dosen pun juga berpendapat sama. Enak sih jadi berAC, tapi makanannya gak beragam. Penjual makanan disana dikuasai 1 orang yang denger-denger saudara rektor. Makanannya gak beragam dan setiap hari itu-itu aja, cuma makanan padat nasi lauk pauk. Dan yang paling penting harganya mahal ga pake otak. Dikira yang beli anak pejabat kali ya. Masa 1x makan bisa mengorek kocek 25ribu hanya nasi, daging, dan 1 sayur yang dimana rasanya jauh enakan masakan warteg pinggir jalan. Alhasil semua mahasiswa kalau ga kepepet banget ga bakal makan di kantin kampus, mending jalan sedikit panas-panasan ke tempat lain. 

Masih soal kantin juga, selain makanan yang mahal ada masalah lain juga. Jadi cara pembayarannya menggunakan saldo top-up kartu kemahasiswaan. Menurut gw justru itu jauh lebih merepotkan. Selain harus repot ngantri isi saldo dulu, kita sering jadi gatau berapa harga dari makanan atau minuman yang kita beli. Karena gaada struk atau tanda pembelian apa-apa. Kita cuma kasih kartu trus didebet sama petugas kantin, dan mereka jarang banget bilang berapa yang didebet, kita harus sengaja nanya.

Pelayan di kantin pun ga gerak cepat, pelayanan lama dan ga ramah. Kalau disuruh pilih antara kantin berAC dengan makanan mahal ga enak atau kantin panas dengan makanan enak murah meriah banyak pilihan, gw yakin 99% menjawab pilihan no 2. 

Menurut gw penyelesaian dari hal ini gampang aja sih. KANTIN GAK BOLEH DIMONOPOLI OLEH 1 PENJUAL. Gak adil banget semua pedagang yang dulu diusir dan diganti 1 pihak yang ternyata saudara dari rektor.

2. Ngakunya kampus bisnis, tapi kok ga boleh jualan di kampus untuk cari dana
Sampe sekarang gw ga ngerti kenapa kampus melarang mahasiswa-mahasiswanya untuk mencari dana lewat berjualan di kampus. Okelah, katanya anak bisnis cari dana gak lewat cara macam begitu. Pakai cara lain yang lebih bagus, misalnya cari sponsor, dll. Tapi nyatanya kampus juga ga memperbolehkan pihak sponsor untuk buka stand di kampus. Padahal kan justru itu poin keuntungan yang paling diharapkan perusahaan sponsor. Di luar dari itu apa sih yang bisa ditawarkan dari kita? Yaaa paling pasang nama perusahaan sponsor di banner, bus, baju dan atribut lainnya, atau bagi brosur. Padahal sponsor yang diharapkan bernominal besar tapi masa imbalannya cuma itu saja, mana worth it untuk perusahaan itu. 

3. Koneksi WIFI menyedihkan

Kalau didenger memang sih keren, kampusnya ada WIFI lohhhh!!!! Tapi belom selesai kalimatnya. Ada WIFI loh tapi gatau deh bisa jalan atau gak, terus kayaknya di kelas ini ga nyampe deh jaringannya. Padahal dengan uang per semester seharga itu, gw rasa cukup deh untuk mengupgrade jaringan WIFI.

Itu adalah beberapa poin yang bisa meningkatkan kualitas pembelajaran di kampus. Semoga aja semua bisa terealisasi. Semoga kampus ini bisa terus maju!

Rabu, 08 Oktober 2014

Petuah dari Ibu Angelina

Tuhan itu memang ajaib. Dia memang ga terlihat tapi dia memberikan jawaban dan pertolonganNya melalui orang lain. Yap!!!! Itu dia yang gw rasain pas Ibu Angela, tamu pembicara yang diundang sama dosen gw ke kelas.

Semakin dewasa gw merasa 1 hari 24 jam itu semakin ga cukup. Gw harus kuliah, urusin jualan online shop yang Alhamdulillah bikin sibuk, ikutan sok aktif (bukan aktif lohh yaaa..hahahaha) di kegiatan kampus, belom lagi tugas kuliah yang ga selesai-selesai, presentasilah, PR lah, ngerangkum lah. Yaaa Tuhan kuatkan Della ya Tuhan. Terus masih harus ngebagi waktu lagi untuk sempetin ngobrol sama pacar, ini lah itu lah. Oh nooo! Kemana waktu gw untuk santai sebentaaaaaar aja. Ga minta lama-lama deh. Sebentar aja udah seneng banget. Sekarang ini nonton TV aja udah ga pernah, ikut nongkrong sama keluarga pas malem aja udah ga bisa. Yang ada kejar-kejaran sama waktu. Setiap hari begitu. Gw jadi bingung sebenernya gw yang memang sibuk apa jangan –jangan gw ga bisa manage waktu ya.

Nah, kemudian pas banget deh Ibu Angelina diundang dateng ke kelas untuk kasih ceramah tentang time management. Sekitar 30-45 menit Beliau sharing ada beberapa poin yang bisa gw petik.
Ini dia Bu Angelina :)

First, pay attention for URGENT vs IMPORTANT.
Sebagai contoh begini: rumah kita jauh banget dari kampus dan untuk pergi ke kampus kita harus melewati rel kereta api. Contoh kondisi urgent misalnya ketika kita sudah mau telat ke kampus. Sementara palang rel kereta api sudah menghadang, karena dalam kondisi urgent kita terobos deh palang tersebut. Disitu kita salah, karena kita jadi melupakan sesuatu hal yang lebih important, yaitu nyawa kita apabila tertabrak kereta. Padahal kalau kita pikir, berapa menit sih kita harus menunggu kereta itu lewat? Nah berarti solusinya bukan kita menerobos palang kereta api, tapi kita yang harus bangun sedikit lebih pagi agar tidak mengesampingkan ke-IMPORTANT-an.  

Second, we must know that TIME IS GIVEN.
Yes, gw setuju banget sama yang satu ini. Waktu adalah pemberian. Ga akan bisa diulang dan akan bisa dicepetin. Oleh sebab itu kita harus menghargai waktu. Dengan cara apa? Manage waktu kita. Sekaya apapun orang di dunia ini, dia gak akan bisa membeli waktu.

Third, NOTHING INSTANT.
Semua hal di dunia ini butuh proses, gak akan ada yang instan. Bahkan ketika kita lahir aja untuk sampai bisa berjalan butuh waktu 1 sampai 2 tahun. Gw pernah denger dari seorang pengusaha sukses nan kaya, dia bilang semuanya butuh proses harus sabar. Sesuatu yang instan itu seperti api dalam sekam. Pada awalnya memang bisa aja keliatan baik, tapi cepat atau lambat sekam itu akan terbakar api dan hangus hancur.

Fourth and the last, DON’T JUDGE PEOPLE TOO EARLY.
Disini Bu Angelina kasih sebuah cerita. Jadi ada 4 anak dikirim ayahnya untuk ke suatu tempat yang sama untuk melihat satu pohon, tetapi dalam musim yang berbeda. Nah ketika keempat anaknya sudah kembali sang ayah bertanya bagaimana pohon itu? Keempat-empatnya menjawab berbeda. Sang anak yang datang pada musim semi berpendapat pohon tersebut bagus, tapi anak yang datang pada musim gugur berkata pohon tersebut jelek, dan begitulah selanjutnya pendapat kedua anak yang lainnya, semuanya berbeda. Dari cerita tersebut maknanya adalah kita tidak boleh melihat orang dari satu sisi saja. Semua orang itu tidak sama, penuh keberagaman. Oleh sebab itu, kita harus menerima keberagaman tersebut, bukannya menjauhi atau memaksa seseorang untuk menjadi seperti yang kita kehendaki.